Senin, 29 September 2014

Tugas 2 (RAGAM BAHASA)

RAGAM BAHASA
            Bahasa Indonesia wajib dipelajari tidak hanya oleh kalangan pelajar dan mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajarinya. Dalam bahasa Indonesia ada yang ada yang disebut Ragam Bahasa dimana Ragam Bahasa adalah variasi dalam pemakaian bahasa.
Berikut adalah Definisi-definisi tentang ragam bahasa dari para ahli:

1.      Pengertian Bahasa Menurut Menurut Bachman (1990)
Menurut Bachman (1990),”ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.”

2.      Pengertian Bahasa Menurut Dendy Sugono
Menurut Dendy Sugono (1999),” Bahwa sehubunungan dengan pemakaian bahsa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tidak baku. Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau dildalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, dipasar kita tidak di tuntut menggunakan bahasa baku”.

3.      Pengertian Bahasa Menurut Fishman ed
Menurut Fishman ed (1968), Suatu ragam bahasa, terutama ragam junarlistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi panutan pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu di perhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku pembicaraan dan topik pembicaraan.
      Aneka ragam bahasa timbul akibat pengaruh dari berbagai hal yang berhubungan dengan penutur dan tempat sarana atau media yang digunakan.
1. Hal yang berhubungan dengan penutur dapat dibedakan seperti berikut
a.       Latar Belakang Daerah Penutur.
      Ragam bahasa yang dipengaruhi oleh latar belakang daerah penuturnya menimbulkan ragam daerah atau dialek. Dialek adalah cara berbahasa Indonesia yang diwarnai oleh karate bahasa daerah yang masih melekat pada penuturnya. Contoh: Bahasa Indonesia dengan dialek Betawi biasanya menggunakan fonem /e/ untuk melafalkan kata yang berakhir dengan vocal /a/,misalnya apa menjadi ape, di mana menjadi di mane, dan seterusnya. Begitu pula dengan logat jawa untuk menyebutkan kata berawalan konsonan /b/ akan terdengar bunyi konsonan /m/, misalnya, Bandung menjadi mBandung, Bogor menjadi mBogor.



b.      Latar belakang pendidikan penutur
      Berdasarkan latar belakang pendidikan penutur, timbul ragam yang lafal baku dan yang tidak berlafal baku khususnya dalam pengucapan kosakata yang berasal dari unsur serapan asing. Kaum berpendidikan umunya melafalkan sesuai dengan lafal baku. Namun, untuk yang kurang atau tidak tidak berpendidikan, pelafalan diucapkan tidak tepat atau tidak baku. Contoh: pengucapan kata film, foto, fokus, fakultas diucapkan pilm, poto, pokus, pakultas.

c.       Situasi pemakaian, sikap, dan hubungan sosial penutur
      Berdasarkan ahli ini, timbul ragam formal, semiformal, dan nonformal. Ragam formal digunakan pada saat situasi resmi atau formal, seperti di kantor, dalam rapat, seminar atau acara-acara kenegaraan. Ragam formal menggunakan kosakata baku dan kalimatnya terstruktur lengkap. Ragam formal juga dipakai jika penutur berbicara pada orang yang disegani atau dihormati, misalnya pimpinan perusahaan.
      Ragam semiformal dan nonformal biasa dipakai pada situasi tidak resmi, seperti di warung, di kantin, di pasar, pada situasi santai, dan akrab. Ragam semiformal dan formal dibedakan oleh pemilihan katanya. Ragam semiformal mengguanakan kalimat yang tidak lengkap gramatikalnya dan kosakata yang dipilih cenderung tidak baku, sedangkan ragam nonformal relative sama dengan ragam informal hanya piliha katanya lebih luwes atau bebas. Kata-kata daerah atau gaul dapat digunakan sepanjang masing-masing penuturnya memahami dan tidak tergatung dengan penggunaan kata tersebut.
Contoh:
1.      Kalau soal itu, saya nggak tau persis. (informal/semiformal)
2.      Emangnya kamu nggak dikasih kupon. (semiformal)
3.      Kalau soal itu, ogut nggak tau deh. (nonformal)
4.      Emangnya situ nggak ngantor, Mas. (nonformal)

d.      Ruang lingkup pemakaian atau pokok persoalan yang dibicarakan.
      Di lingkangan kelompok penutur. Banyak persoalan yang dapat menjadi topik pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari. Saat membicarakan topik tertentu, seseorang akan menggunakan kosakata kajian atau khusus yang berhubungan dengan topik pembicaraan tersebut. Ragam bahasa yang digunakan untuk membahas suatu bidang akan berbeda dengan bidang lainya, misalnya pembicaraan yang berhubungan dengan agama tentu mengguanakan istilah yang berhubungan dengan agama, begitu pula dengan bidang lainnya. Misalnya bidang hukum, kedokteran, dan ekonomi. Masing-masing memiliki ciri khas kata atau ragam bahasa yang digunakan. Termasuk pengguanaan bahasa ungkapan atau gaya bahasanya. Variasi ini disebut dengan laras bahasa.


2. Ragam Bahasa
    Ragam Bahasa berdasarkan sarananya, dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a.       Ragam Bahasa Lisan
        Ragam Bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelepasan kalimat. Namun hal itu tidak mengurang ciri kebakuan. Walaupun demikian ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan kalimat dan unsur-unsur didalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung didalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
        Pembicara lisan dalam dalam situasi formal berbeda tuntunan kaidah kebakuannya dengan pembicara lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa dituliskan, ragam bahasa tidak bisa disebut ragam bahasa tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dengan tulisan, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulisan. Kedua ragam itu masing masing adapun ciri-ciri dari keduanya:
        Ciri-ciri ragam lisan:
·         Memerlukan orang kedua/teman bicara/lawan bicara
·         Tergantung kondisi, ruang, dan waktu
·         Tidak harus memperhatikan gramatikal, hanya perlu intonasi dan bahasa tubuh
·         Berlangsung cepat.
Contohnya: “Sudah saya perbaiki komputer itu.”

b.      Ragam Bahasa Tulisan
     Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulisan makna kalimat yang di ungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelepasan unsur kalimat. Oleh karena itu penggunaan ragam baku tulisan diperlukan kecermatan dan ketepatan dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, strukutur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam strukur kalimat.
     Ciri-ciri Ragam Tulis:
·         Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara/lawan bicara
·         Tidak tergantung kondisi, situasi dan ruang serta waktu
·         Harus memperhatikan unsur gramatikal
·         Berlangsung lambat
·         Selalu memakai alat bantu
·         Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi
·         Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh mimik muka, hanya terbantu dengan tanda baca.
Contohnya: “Saya pribadi yang cukup baik dan pantas dicintai, bagaimana pun perasaan saya.”

     Perbedaan antara ragam lisan dan tulisan (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata):
            Tata Bahasa:
a.       Ragam Bahasa Lisan
1.      Andri sedang nonton televisi
2.      Wahyu mau nulis puisi
b.         Ragam Bahasa Tulisan
1.      Andri sedang menonton televisi
2.      Wahyu mau menulis puisi

Kosa Kata:
a.       Ragam Bahasa Lisan
1.      Melky bilang kalau kita harus mengerjakan PR
2.      Kita harus bikin lagu
b.      Ragam Bahasa Tulisan
1.      Melky mengatakan bahwa kita harus mengerjakan PR
2.      Kita harus Membuat lagu

3. Ragam Bahasa Resmi dan Ragam Bahasa Tidak Resmi
            Menurut sifat dan situasi pemakaiannya, ragam bahasa dibagi menjadi ragam bahasa resmi dan ragam bahasa tidak resmi.
a.       Ragam bahasa resmi
Adalah ragam bahasa yang digunakan dalam suasana resmi atau formal, misalnya pidato, surat dinas, makalah/karya tulis.

b.      Ragam bahasa tidak resmi
Adalah ragam bahasa yang digunakan dalam suasana tidak resmi.
Misalnya surat pribadi dan surat keluarga.

Ciri-ciri bahasa resmi sebagai berikut.
1.      Digunakan dalam situasi resmi
2.      Nada bicara (intonasi) yang cenderung datar
3.      Mengguanakan diksi yang baku
4.      Kalimat yang diungkapkan adalah hal yang lengkap.
Ciri-ciri Ragam bahasa tidak resmi adalah sebagai berikut.
1.      Digunakan dalam bahasa situasi tidak resmi
2.      Menggunakan diksi yang tidak baku
3.      Sering menggunakan kalimat-kalimat tidak lengkap.

Sumber:
Modul Simpati SMK kelas X semester 1 hal 19-20. Surakarta: Grahadi.

Heriyanto. “Ragam Bahasa Indonesia”.
(di akses 29 September 2014)

Tugas 1 ( Fungsi Bahasa dan Peristiwa-peristiwa Penting Dalam Perkembangan Bahasa Indonesia)

PENGERTIAN BAHASA
            Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbiter (tidak ada antara lambing bunyi dengan bendanya) yang dihasilkan oleh ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat untuk berkomunikasi, kerja sama, dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder.
Menurut Gorys Keraf (2004:1), bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Ketika anggota masyarakat menginginkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, maka orang tersebut akan menggunakan suatu bahasa yang sudah biasa digunakannya untuk menyampaikan sesuatu informasi. Pada umumnya bahasa-bahasa tersebut dapat berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain, hal ini dapat dikarenakan adanya perbedaan kultur, lingkungan dan kebiasaan yang mereka miliki. Mungkin asumsi beberapa orang berpendapat bahwa tidak hanya bahasa saja yang dapat dijadikan sebagai media komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa terdapat dua orang atau lebih yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Mereka memakai beberapa alat ataupun media untuk menyampaikan suatu kabar yang memang ingin diinformasikan kepada pihak lain dengan menggunakan lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya.
Fungsi bahasa secara umum:
Sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan diri.
            Mampu mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan, dan persaaan. Melalui bahasa kita menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam hati dan pikiran kita.Sebagai contoh, tulisan kita dalam sebuah buku, merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda yang berbeda kepada yang kita hormati dibandingan dengan cara berbahasa kepada teman kita. Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingan-Nya pribadi.
Ada 2 unsur yang mendorong kita untuk mengeksprsikan diri, yaitu:
·         Agar menarik perhatian orang lain terhadap diri kita.
·         Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.

Sebagai Alat Komunikasi
            Bahasa merupakan saluran maksud seseorang, yang melahirkan perasaan dan memungkinkan masyarakat untuk bekerja sama. Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Pada saat menggunakan bahasa sebagai komunikasi, berarti memiliki tujuan agar para pembaca atau pendengar menjadi sasaran utama perhatian seseorang. Bahasa yang dikatakan komunikatif karena bersifat umum. Selaku makhluk sosial yang memerlukan orang lain sebagai mitra berkomunikasi, manusia memakai dua cara berkomunikasi, yaitu verbal dan non verbal. Berkomunikasi secara verbal dilakukan menggunakan alat/media bahasa (lisan dan tulisan), sedangkan berkomunikasi secara non verbal dilakukan menggunakan media berupa aneka simbol, isyarat, kode, dan bunyi seperti tanda lalu lintas/sirene setelah itu diterjemahkan kedalam bahasa manusia.
Bahasa yang baik dan benar itu memiliki empat fungsi:
·         Fungsi pemersatu kebhinekaan rumpun dalam bahasa dengan mengatasi batas-batas kedaerahan.
·         Fungsi penanda kepribadian yang menyatakan identitas bangsa identitas bangsa dalam pergaulan dengan bangsa lain.
·         Fungsi pembawa kewibawaan karena berpendidikan dan yang terpelajar
·         Fungsi sebagai kerangka acuan tentang tepat tidaknya dan betul tidaknya pemakaian bahasa.
Contoh Positi dari fungsi bahasa sebagai alat komunikasi:
·         Di saat seseorang motivator berbicara dengan audience-audience-Nya dari kalangan menengah kalangan menengah keatas atau orang yang berpendidikan tinggi, maka dia akan memakai tata bahasa yang digunankan berkomunikasi degan kata-kata yang baku atau kata-kata asing. Berbeda pada saat sang motivator berbicara dengan masyarakat umum, dia akan menggunakan tata bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan kata-kata yang lebih mudah dicerna oleh masyarakat umum.
Contoh Negatif dari fungsi bahasa sebagai alat komunikasi:
·         Orang yang sedang berselisih karena hal atau adanya kesalahan pahaman yang menimbulkan pertengkaran sehingga mengeluarkan kata-kata yang kasar atau tidak pantas.

Sebagai Alat Berintegrasi dan Beradaptasi Sosial.
            Pada saat beradaptasi dilingkungan sosial, seseorang akan memilih bahasa yang digunakan tergantung dari situasi dan kondisi yang dihadapi. Seseorang akan menggunakan bahasa non standar pada saat berbicara dengan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada saat berbicara dengan orang tua atau yang di hormati. Dengan menguasai suatu bahasa memudahkan seseorang untuk berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa.
Integrasi
Intergasi terjadi apabila unsur serapan dari suatu bahasa telah dapat menyesuaikan diri dengan sistem bahasa penyerapan, sehingga pemakainya telah menjadi umum karena tidak terasa lagi keasingannya. Integrasi dianggap sebagai “kebiasaan memakai materi dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain”. Kebiasaan yang telah menjadi umum itu terjadi karena unsur tersebut telah terserap dalam waktu yang cukup lama atau belum lama waktu serapnya tetapi sangat di perlukan karena belum ada pandangannya dalam bahasa yang bersangkutan. Namun proses penyesuaiannya biasanya tidak terjadi sekaligus. Integrasi dapat terjadi dalam segala komponen kebahasaan (fonetik, fonemik, morfmik, atau pun smantic).
Contohnya: kata polisi, telepon yang menunjukan adanya integrasi bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.
Adaptasi
Bahasa sebagai alat adaptasi digunakan untuk menempatkan seseorang dalam menggunakan bahasa dalam suatu lingkungan sosial. Pada saat seseorang beradaptasi pada lingkungan sosial tertentu, seseorang akan menggunakan bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapinya. Manusia yang satu akan mengguanakan bahasa yang berbeda dengan dengan manusia lainnya.
Misalnya Bahasa yang digunakan ketika berbicara dengan seorang teman pasti akan berbeda jika berbicara dengan seorang dosen.

Sebagai Alat Kontrol Sosial.
            Yang mempengaruhi sikap, tingkah laku, serta tutur kata seseorang. Kontrol sosial dapat diterapkan pada diri sendiri dan masyarakat, Contohnya buku-buku pelajaran, ceramah agama, orasi ilmiah, mengikuti diskusi serta iklan layanan masyarakat. Contoh lain yang menggambarkan fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita.

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang.(Untuk meyakinkan pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.) Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang konsep aslinya berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.
Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca:sosiolog) adalah butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuatu yang luar biasa. Sebab di negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka. Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai sebagai lingua francaini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang.Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.
Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa bahasa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
Sejarah tumbuh dan berkembangnya Bahasa Indonesia tidak lepas dari Bahasa Melayu. Dimana Bahasa melayu sejak dahulu telah digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau bahasa pergaulan. Bahasa melayu tidak hanya digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga digunakan hampir diseluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya Prasasti-prasasti kuno dari kerjaan di indonesia yang ditulis dengan menggunakan Bahasa Melayu. Dan pasa saat itu Bahasa Melayu telah Berfungsi Sebagai :
  1. Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan satra.
  2. Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia.
  3. Bahasa Perdagangan baik bagi suku yang ada di indonesia mapupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.
  4.  Bahasa resmi kerajaan.
Peresmian Nama Bahasa Indonesia
            Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa: “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.
            Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia.
Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia.
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu:
  1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
  2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
  3. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
  4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Peristiwa-Peristiwa Yang Berkaitan Dengan Bahasa Indonesia
Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia dapat dirinci sebagai berikut:
  1. Tahun 1801 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
  2. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
  3. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kayo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad (dewan rakyat), seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
  4. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi pengokohan bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan.
  5. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
  6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
  7. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
  8. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
  9. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik (ejaan soewandi) sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
  10. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
  11. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
  12. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
  13. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
  14. Tanggal 21 – 26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
  15. Tanggal 28 Oktober – 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
  16. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
  17. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

Sumber:
Endah Ratna. “Dunianya Sosiolinguistik”. 11 juni 2013 (diakses 28 September 2014)

EBDAAPRILIA. “Makalah Bahasa Indonesia(Bahasa sebagai komunikasi)”.30 maret 2013 (diakses 28 Sepember 2014).
Abiem Andriana.“Bahasa Indonesia Sebagai Alat Komunikasi”. 04 Januari 2014 (diakses 28 Setember 2014)
Merry Sarlita.”Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia”. 25 September 2010 (diakses 28 September 2014)



Pembuatan
28 September 2014 ( 23:10)