Minggu, 12 Oktober 2014

Tugas 3 DIKSI

DIKSI (PILIHAN KATA)

A. Pengertian Diksi (Pilihan Kata)
            Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat dan selaras untuk menyatakan atau mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Ada beberapa pengertian diksi di antaranya adalah membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis, untuk mencapai target komunikasi yang efektif, melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal, membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
            Diksi, dalam arti pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua, arti “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan kata –kata seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya.  Harimurti (1984) dalam kamus linguistic, menyatakan bahwa diksi adalah pilhan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di dalam karang mengarang.
            Dalam KBBI (2002: 264) diksi diartikan sebagai pilihan kata yanng tepat dan selaras dalam penggunaanya untuk menggungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Jadi, diksi berhubungan dengan pengertian teknis dalam hal karang-mengarang, hal tulis-menulis, serta tutur sapa.

Persyaratan Diksi
            Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi dalam memilih kata-kata, yaitu persyaratan ketetapan dan kesesuaian. Tepat, artinya kata-kata yang dipilih itu dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin diungkapkan. Di samping itu, ungkapan itu juga harus dipahami pembaca dengan tepat, artinya tafsiran pembaca sama dengan apa yang dimaksud dengan penulis. Untuk memenuhi persyaratan ketetapan dan kesesuaian dalam pemilihan kata, perlu diperhatikan a) kaidah kelompok kata/ frase, b) kaidah makna kata, c) kaidah lingkungan sosial, d) kaidah karang –mengarang.


Pilihan kata sesuai dengan kaidah kelompok kata /frase
Pilihan kata/ diksi yang sesuai dengan kaidah kelompok kata/frase, seharusnya pilihan kata/diksi yang tepat, seksama, lazim,dan benar.

1. Tepat Contohnya: Makna kata lihat dengan kata pandang biasanya bersinonim, tetapi kelompok kata pandangan mata tidak dapat digantikan dengan lihatan mata.

2. Seksama Contohnya: Kata besar, agung, akbar, raya, dan tinggi termasuk kata-kata yang bersinonim. Kita biasanya mengatakan hari raya serta hari besar, tetapi kita tidak pernah mengatakan hari agung, hari akbar ataupun hari tinggi. Begitu pula dengan kata jaksa agung tidak dapat digantikan dengan jaksa besar ataupun jaksa raya, atau pun jaksa tinggi karena kata tersebut tidak seksama.

3. Lazim adalah kata itu sudah menjadi milik bahasa Indonesia. Kata yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia apabila dipergunakan sangatlah akan membingungkan pengertian saja. Contohnya, Kata makan dan santap bersinonim. Akan tetapi tidak dapat mengatakan Anjing bersantap sebagai sinonim anjing makan. Kemudian kata santapan rohani tidak dapat pula digantikan dengan makanan rohani. Kedua kata ini mungkin tepat pengelompokannya, tetapi tidak seksama serta tidak lazim dari sudut makna dan pemakainnya.

Secara umum, makna kata suatu kata dibedakan atas makna denotasi dan makna konotasi.
1.      Denotasi adalah makna kata atau kelompok kata yang sesuai dengan konsep awal, apa adanya, dan tidak mengandung makna tambahan. Makna denotasi disebut juga makna konseptual, makna lugas, atau makna objektif.
Contoh:
a.       Dompet hitamnya tertinggal di kamar hotel.
Hitam = jenis warna
b.      Wilayah Kebun Raya Bogor dikelilingi pagar besi
Besi = logam yang sangat keras.
2.      Konotasi adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran seseorang. Konotasi sebenarnya merupaka makna denotasi yang telah mengalami penambahan-penambahan, baik dari sikap sosial, lingkungan geografis, atau pun dari factor kesejarahan. Makna konotasi disebut juga makna kontekstual, kiasan, atau makna subjektif.
Contoh:
a.       Sejak peristiwa itu ia berhasil keluar dari lembah hitam,
Hitam = hina, sengsara, berduka.
b.      Semua orang mengenalnya sebagai laki-laki bertangan besi
Besi = gagah, perkasa = tangan besi.
Disamping makna denotasi dan konotasi, dikenal pula jenis makna lain, diantaranya berikut.
1.      Makna Leksikal, yaitu makna yang didasarkan pada kamus. Makna ini dimiliki oleh kata-kata sebelumnya mengalami proses perubahan bentuk atau pun kata yang belum digunakan dalam kalimat. Makna leksikal dimiliki oleh kata bentuk dasar, misalnya: ibu, pergi,kantor.
2.      Makna Gramatikal, yaitu makna yang dimiliki kata setelah mengalami proses gramatikal, seperti pengimbuhan, pengulangan, atau pemajemukan. Misalnya: ibu saya, berpergian, kantor-kantor.
3.      Makna kontekstual, yaitu makna suatu kata yang sangat bergantung pada situasi dan kondisi penggunaannya.
Contoh:
1)      Pantas saja ia menjadi juara kelas karena ia anak rajin.
2)      Betul-betul rajin kami ini, semua pekerjaan rumah saja tidak ada satupun yang di kerjakan.

Perubahan Makna Kata
            Bahasa selalu berkembangsejalan dengan kemajuan peradaban manusia. Hal ini dapat berpengaruh terhadap perubahan makna kata. Kadang-kadang makna kata bergeser akibat pengaruh konotasi dalam pemakaian suatu kata.
Beberapa bentuk perubahan makna itu ialah:
1.      Meluas
Pada kata putra dan putrid, dahulu kata tersebut hanya di peruntukan bagi anak-anak raja, tetapi sekarang kata tersebut biasa digunakan untuk umum, tidak hanya untuk menyebut anak raja. Putra berarti anak laki-laki dan putrid anak perumpuan. Bahkan di sekolah, kata putra dan putri juga biasa digunakan untuk menunjuk murid laki-laki dan murid perempuan.
2.      Menyempit.
Pada kata ulama, dahulu kata tersebut digunakan dengan makna kata yang lebih luas, yaitu orang yang berilmu, dalam arti orang yang pandai segala di siplin ilmu, baik ilmu agama islam, atau ilmu lainya, misalnya ahli perbintangan dan ahli matematika. Namun, kata ulama sekarang ini hanya digunakan untuk menunjukan orang yang ahli dalam bidang ilmu agama saja. Begitu juga dengan kata ustad. Kata tersebut mempunyai arti seorang guru, dalam arti guru mata pelajaran apa saja. Namun dalam penggunaannya di Indonesia kata tersebt hanya diperuntukan bagi guru yang mengajar mata peajaran agama Islam saja.
3.      Amelioratif
Amelioratif adalah suatu proses perubahan makna kata. Pada Proses amelioratif ini, suatu kata mempunyai nilai lebih tinggi atau terhormat dibandingkan sebelumnya. Misalnya, kata perempuan dirasakan lebih tinggi nilainya dari kata wanita dan kata suami dirasakan lebih tinggi nilainya atau lebih baik dari kata laki.
4.      Penyoratif
Peyoratif adalah kebalikan dari ameliorative yaitu suatu proses perubahan makna kata. Pada proses peyoratif, arti kata baru dirasakan lebih rendah dari kata sebelumnya. Kata jongos dulu berarti pembantu atau pelayan sekarang arti jongos dipakai ntuk arti yang kurang baik.
5.      Sinestesia
Sinestesia adalah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan antara dua indra yang berlainan. Misalnya: Sambutanya dingin. Kata dingin sebenarnya adalah tanggapan indra peraba. Wajahnya manis. Kata manis merupakan tanggapan indra perasa. Mukanya asam. Kata asam merupakan tanggapan indra perasa.
6.      Asosiasi
Asosiasi adalah perubahan makna yang terjadi karena persamaan sifat. Kata mulut buaya adalah alat tubuh buaya yang berfungsi untuk menjepit mangsanya. Akan tetapi, kata mulut buaya di dalam istilah alat-alat lsitrik digunakan sebagai alat penjepit kabel atau kawat. Kata gigi adalah organ tubuh manusia atau makhluk hidup. Akan tetapi, di dalam istilah otomotif, gigi mempunyai makna alata untuk mengatur perputaran kecepatan pada kendaraan bermotor, misalnya gigi satu digunakan pada kecepatan rendah, sedangkan gigi emnpat diguanakan untuk menjalankan kendaraan pada kecepatan tinggi.

Memahami Bentuk Kata
            Kata dibedakan atas kata dasar dan kata bentukan. Kata dasar adalah kata yang menjadi dasar pembentukan kata atau kata-kata yang belum mendapatkan imbuhan (afiks). Kata ini memiliki makna leksikal, misalnya air, perahu, tidur, baca, datang, gembira, dan , panas.
            Kata bentukan diperoleh melalui proses pengimbuhan (afiksasi), pengulangan (reduplikasi), dan pemajemukan.
1.      Proses afiksasi, yaitu penggabungan antara kata dasar dengan imbuhan (afiks), baik awalan (prefiks), akhiran (sufiks) maupun gabungan-gabunganya.
Contoh: memotong, berlari, dicabut, dibeli, kepanasan, kegembiraan, dan kedatangan.
2.      Proses reduplikasi, yaitu pengulangan kata dasar itu sendiri sebagian pengimbuhan (afiksasi).
Contoh: sayur-sayuran, menari-nari, melambai-lambai, jalan-jalan, lebar-lebar, dan berkata-kata.
3.      Proses pemajemukan, yaitu penggabungan antara kata dasar dengankata yang lain yang pada umumnya bersifat tetap dan memiliki makna khusus.
Contoh: kambing hitam, rumah sakit, kantor pos, luar negeri, tata bahasa, dan kereta api.

Dalam proses pengimbuhan (afiksasi) terjadi berbagai bentuk imbuhan (afiks). Misalnya me-­ menjadi: menari, menanam, menumpuk; imbuhan men- menjadi: mencuri, mendapat; imbuhan meng- menjadi: menghadap, mengajar, menghalau; imbuhan meny- menjadi: menyusul, menyutik, menyanyi; dan imbuhan menge- menjadi: mengepel, mengecoh, mengejar. Macam-macam bentuk imbuhan itu di sebut alomorf. Bentuk dasar juga sering mengalami perubahan fonem. Proses ini disebut proses morfofonemik.
            Kata dasar dalam penggunaannya sering mendapatkan imbuhan berupa awalan (prefik) sekaligus (sufiks) dalam penulisannya harus ditulis serangkai sebagai sebuah kata misalnya: melipatgandakan, perkeretaapian, ketidakadilan, dimejahijaukan, dan, pembumihangusan.


Ungkapan
            Ungkapan adalah kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan makna khusus. Ungakapan adalah kata atau rangkaian kata-kata yang maknanya tidak diturunkan dari makna kata atau kata-kata yang membentuknya, tetapi harus dipelajari secara khusus, seperti buah mulut, mata hati, jantung hati,­ dan sebagainya.
Contoh:
Bila pengunjung sudah memasuki perut gunung, seketika panorama yang mempesona bisa dilihat.
Ungkapan dalam kalimat tersebut adalah Iperut gunung. Perut gunung dalam kalimat tersebut berarti bagian tengah gunung.



Relaksi Makna

1.      Homonim adalah kata yang penamaan dan pengucapan sama tetapi artinya berbeda.
Contoh:
Genting(gawat), Genting(atap rumah)
-          Keadaan masyarakat Palestina sekarang sangat genting.
-          Genting rumah saya bocor.
2.      Homofon adalah kata yang diucapkan sama tetapi berbeda dari segi maksud dan juga tulisan.
Contoh:
Djarum(merek rokok), Jarum(alat untuk menjahit)
-          Ayah menyuruh saya membeli rokok Djarum.
-          Tangan saya berdarah tertusuk jarum.
3.      Homograf Adalah kata yang sama ejaannya dengan kata lain, tetapi berbeda lafal dan maknanya.
Contoh:
Serang(nama kota), Serang(perang)
-          Minggu depan saya ingin ke kota Serang.
-          Pasukan itu di serang oleh musuhnya.
4.      Polisemi Adalah suatu kata yang mempunyai makna lebih dari satu.
Contoh:
Memeluk
-          Keluarga saya memeluk agama islam
-          Saya sangat ingin memeluk ibu saya.
5.      Sinonim
       Kata Sinonim berasal dari kata sin (sama atau serupa), dan akar kata onim (nama). Dengan kata lain, sinonim adalah kata-kata yang mengadung makna pusat sama, tetapi berbeda dalam nilai rasa. Sinonim adalah kata-kata yang mempunyai makna denotasi sama, tetapi berbeda dalam makna konotasi.
Contoh:
-          Pintar, pandai, cakap, cerdik, cerdas, banyak akal, mahir.
-          Mati, meniggal, wafat, berpulang, mangkat, gugur, mampus.
6.      Antonim Kata antonim berasal dari kata anti atau ant yang berarti “lawan” ditambah akar kata onim atau onuma berarti “nama”. Dengan demikian, antonim dapat diartikan sebagai kata yang berlawanan makna kata dengan kata lain. Misalnya, antonim dari baik adalah buruk, antonim jauh adalah dekat, dan antonim dari pintar adalah bodoh. Antonim merupakan cara baik dan efektif untuk mengingkatkan perbendaharaan serta kosa kata. Selain itu, telaah antonim juga dapat digunakan sebagai salah satu bagian dari analisis terhadap kata.

Kata Ilmiah, Kata Populer, kata Jargon dan Slang.
1.      Kata Ilmiah berarti sesuai dengan kaidah dan gaya penulisan jurnalistik, namun tidak meninggalkan sifat ilmiah.
2.      Kata Populer adalah kata yang dikenal da dipakai oleh semua lapisan masyarakat dalam komunikasi sehari-hari.
Contoh:
Kata Ilmiah:                            Kata Popular:
Analogi                                   kiasa
Frustasi                                   rasa kecewa
Prediksi                                   ramalan

3.      Jargon adalah kata-kata yang mengandung makna suatu bahasa, dialek, atau tutur yang dianggap aneh kata ini jua merupakan kata sandi/kode rahasia untuk kalangan tertentu (dokter, militer, perkumpulan rahasia,ilmuwan dsb.)
4.      Kata Slang dihasilkan dari sebuah ucapakn yang disengaja, atau kadang berupa penrusakan sebuah kata biasa untuk mengisi suatu bidang makna yang lain. Kata-kata ini bersifat sementara, kalau sudah terasa using hilang atau menjadi kata-kata biasa.

           
Sumber:
Modul pembelajaran Bahasa Indonesia MATRA kelas XI semester 1 hal 22-27 Cilangkap: Media Presindo.

Fidya Yolanda. “Tugas Bahasa Indonesia Semester Genap 2013”. 5 May 2013 (diakses 5 Oktober 2014

Ainul Fikri. “Pengertian Homonim, Homofon, Homograf, Polisemi, dan Sinonim”. (diakses 5 Oktober 2014).

Irsan Social Community. “Contoh Sinonim, Antonim, Homofon, Homograf, Polisemi, dan Hipernim, Hiponim. 30 November 2012 (diakses 5 Oktober 2014).

Dezti Novia Bargez. “Bahasa Ilmiah”. (diakses 5 Oktober 2014)

Basando. “Kata Populer: Pengertian dan Contohnya”. 06 Januari 2013 (diakses 5 Oktober 2014



0 komentar:

Posting Komentar