Rabu, 10 Juni 2015

REFORMASI YANG DAPAT MEMPERBAIKI NASIB BANGSA DAN MENGANGKAT HARKAT MARTABAT BANGSA DARI PANDANGAN DUNIA LUAR

KATA PENGANTAR


    Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang “Reformasi yang dapat memperbaiki nasib bangsa dan mengangkat harkat martabat bangsa dari pandangan luar” ini.
     Makalah ini saya buat berdasarkan salah tugas Softkill yang diberikan oleh dosen Mata Kuliah Pend. Kewiraan & Kewarganegaraan, Bapak H. Moesadin Malik.,Ir.,M.Si. yang kami hormati. Adapun Tujuan dari penulisan Makalah ini diharapakan kelak kemudian dapat berguna dan bermanfaat untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang Reformasi yang dapat memperbaiki nasib bangsa dan mengangkat harkat martabat bangsa dari pandangan luar.
   Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata Saya ucapkan terimakasih dan mudah – mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca serta dapat membantu rekan – rekan lainnya pada saat dimana masa yang akan datang.



Depok, 09 Juni 2015

                                                                                                                  Penyusun






BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang


Reformasi adalah perubahan.
Sejak dikumandangkan bulan Mei 1998, reformasi di segala bidang, tengah digalakkan oleh bangsa kita dengan semangat untuk menegakkan demokrasi. Tapi apa yang bisa kita rasakan dan kita lihat dari hasil reformasi ini? Reformasi yang telah berjalan enam belas tahun ini semula bertujuan menegakkan demokrasi dan HAM, kini kita lihat hasilnya.
Reformasi yang dapat memperbaiki nasib bangsa dan mengangkat harkat  martabat bangsa.Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi.

1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Hakikat Reformasi?
2.      Apa saja bentuk-bentuk Reformasi?
3.      Apa saja sebab-sebab munculnya Reformasi ?
4.      Bagaimana terjadinya kronologi Reformasi?
5.      Apa solusi pasca Reformasi?

1.3 Tujuan Penulisan

            Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan KewargaNegaraan. Selain itu bertujuan memberikan penjabaran mengenai reformasi yang dapat memperbaiki nasib bangsa dan mengangkat harkat dan martabat bangsa dari pandangan dunia luar.

1.4 Metode Pengumpulan Data

          Dalam makalah ini kami memperoleh data melalui  internet.





BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Hakikat Reformasi


Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan tersebut. Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua itu merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Rakyat tidak mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang penting kehidupan yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat segera terwujud (cukup pangan, sandang, dan papan). Namun demikian, rakyat Indonesia mengharapkan agar orang yang terpilih menjadi pemimpin nasional adalah orang yang peduli terhadap kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.
Tetapi reformasi kita hanya merupakan perubahan kekuasaan atau pergantian penguasa. Setelah sekian lama berjalan, reformasi tidak menghasilkan perbaikan bagi nasib bangsa. Di mana letak kesalahannya? Pertama kita miskin wawasan dan analisis yang tajam, mendasar dan detil. Kedua, kita miskin kesadaran manajemen koflik. Ketiga, kita tidak punya sumber daya manusia yang memahami apa itu reformasi.
Tokoh-tokoh atau penggerak roda reformasi tidak menyadari siapa dan siapa kawan. Kaum reformis mestinya paham benar bahwa yang dihadapi (target reformasi) adalah kekuasaan yang telah begitu lama membentuk jaringan yang kuat dan luas. Tetapi yang lebih penting dari itu ialah pemahaman bahwa penguasa saat itu merupakan penjajahan oleh bangsa sendiri. Namun juga harus diakui bahwa penguasa saat itu hanyalah boneka dari kekuatan asing. Maka bisa dikatakan bahwa selain merupakan penjajahan oleh bangsa sendiri, kita juga dijajah secara tidak langsung oleh bangsa asing.
Reformasi pada dasarnya adalah konflik antara dua pihak. Di satu pihak berdiri kekuatanstatusquo, di pihak lain satu kekuatan yang melawan statusquo, yang menuntut perubahan. Namun kita juga tidak bisa menutup mata, bahwa gerakan reformasi itu sendiri bukanlah satu kubu yang tunggal. Dalam hal ini kasusnya sebanding dengan perjuangan kemerdekaan dulu. Ketika masih berjuang untuk merebut kemerdekaan nyaris tidak ada perpecahan, meskipun jelas ada perbedaan paham. Namun setelah merdeka, timbul perpecahan dan ancaman separatisme. Perbedaan dan perpecahan dalam kubu reformis itulah yang membuat reformasi tidak berlanjut. Ketika sesama reformis bertikai karena beda kepentingan, elemen-elemn statusquo yang memang masih kuat tampil kembali dan berhasil dengan gemilang.

2.2 Bentuk Reformasi

Reformasi di bagi dalam 3 bentuk :
1)      Reformasi Proseduraladalah tuntutan untuk melakukan perubahan pada tataran normatif atau aturan perundang-undangan dari yang berbentuk otoriter menuju aturan demokratis. Undang- Undang yang mengatur bidang politik harus menjamin adanya ruang kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas politik. Undang- Undang yang mengatur bidang sosial budaya harus memberikan kesempatan masyarakat untuk membentuk kelompok sosial sebagai ekspresi kolektif dari identitas masing- masing. Undang-undang yang mengatur bidang ekonomi harus melindungi kepentingan masyarakat umum (ekonomi kerakyatan) bukan pengusaha dan penguasa. Begitulah kira- kira gambaran umum arah reformasi prosedural. Pada konteks ini, hemat penulis , Indonesia dapat dikatakan telah menjalankan reformasi prosedural itu. Pasca tahun 1998, peraturan perundang- undangan telah banyak dirubah bahkan peraturan yang mendasari berdirinya Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sudah empat kali dilakukan perubahan (amandemen).

Undang-Undang No 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik telah dirubah menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi asas demokrasi yaitu dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua undang-undang tidak mungkin dibahas pada tulisan ini. Setidaknya dalam era reformasi ini secara prosedural terbersit harapan adanya repositioning pola relasi antara masyarakat dan negara, seperti yang dicatat oleh Lukman Hakim dalam bukunya yang berjudul Revolusi Sistemik (2003:196) di era reformasi, negara telah memberi kesempatan seluas mungkin kepada rakyat untuk melakukan usaha-usaha produktif guna memperkuat posisi tawarnya terhadap negara.Pertanyaannya, rakyat yang mana yang dapat merasakan reformasi prosedural itu? Rakyat, menurut Gramsci ada tiga model yakni rakyat kapital, rakyat politik kolektif, dan rakyat proletar. Hemat penulis, selama ini reformasi prosedural hanya dinikmati oleh rakyat kapital (konglomerat) dan rakyat politik kolektif (Parpol,LSM). Sedangkan rakyat proletar (masyarakat tani dan buruh) hanya menjadi penonton, objek politik, dan bahkan seringkali di eksploitasi oleh politikus, pengusaha, dan penguasa.

2  2)      Reformasi Strukturaladalah tuntutan perubahan institusional negara dari birokratik menuju birokrasi. Birokratik adalah lembaga negara yang hirarkis, sentralistik dan otoriter. Birokrasi adalah lembaga negara yang responsif, penegak keadilan, transparantif, dan demokratis yang menegakkan istilah-istilah suport system reformasi yang diuaraikan diawal tulisan ini. Terbentuknya sejumlah lembaga non struktural (komisi) menandakan Indonesia telah masuk pada reformasi struktural. Komisi adalah Lembaga ekstra struktural yang memiliki fungsi pengawasan, mengandung unsur pelaksanaan atau bersentuhan langsung dengan masyarakat atau pihak selain instansi pemerintah (lapis primary), biasanya anggota terdiri dari masyarakat atau profesional dan kedudukan sekretariat tidak menempel dengan instansi pemerintah konvensional. Pasca gerakan reformasi 1998 hingga saat ini lembaga non struktural berjumlah 12 komisi, yakni: Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Hukum Nasional, Komisi Ombudsman, Komisi Nasional HAM, Komisi Kepolisian Negara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Penyiaran Nasional, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Kejaksaan. Lembaga non struktural tersebut memiliki kewenangan, yakni: meminta bantuan, melakukan kerjasama dan atau koordinasi dengan aparat atau institusi terkait, melakukan pemeriksaan (investigasi), mengajukan pernyataan pendapat, melakukan penyuluhan, melakukan kerjasama dengan perseorangan, LSM, Perguruan Tinggi, Instansi Pemerintah, Memonitor dan mengawasi sesuai dengan bidang tugas, Menyusun dan menyampaikan laporan rutin dan insidentil, Meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota. Pada umumnya, komisi-komisi tersebut memiliki kewenangan untuk menegakkan keadilan dan membantu masyarakat untuk memonitoring, membina, mengawasi, dan menyelidiki proses kerja lembaga negara, Presiden,MA,MK,DPR,DPD, dan seluruh jajaran birokrasi dibawahnya agar menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance) yaitu birokrasi yang sanggup menempatkan dirinya sebagai pelayan masyarakat.

     3)      Reformasi Kultural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pola pikir, cara pandang, dan budaya seluruh elemen bangsa untuk menerima segala perubahan menuju bangsa yang lebih baik. Reformasi kultural merupakan kata kunci untuk mewujudkan agenda reformasi prosedural dan struktural yang dijelaskan di atas. Tanpa adanya reformasi kultural, reformasi prosedural dan struktural hanyalah sebuah simbol yang tidak memiliki makna apa-apa. Diandaikan sebuah komputer, reformasi prosedural dan kultural adalah hadwernya, reformasi kultural adalah softwernya. Hardware tanpa software itu bukan dikatakan komputer yang baik. 


2.3. Sebab-sebab munculnya Reformasi

Beikut ini adalah penyebab munculnya Reformasi:
1.    Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi.
2.       Krisis politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan orde baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan orde baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan orde baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa.
Pemerintahan orde baru selalu melakukan intervensi terhadap ke-hidupan politik. Misalnya, ketika Kongres Partai Demokrasi Indonesia (PDI) memilih Megawati Soekarnoputri sebagai ketua partai, sedangkan pemerintahan Suharto menunjuk Drs. Suryadi sebagai ketua PDI. Kejadian itu mengakibatkan keadaan politik dalam negeri mulai memanas. Namun, pemerintahan orde baru yang didukung Golongan Karya (Golkar) merasa tidak bersalah. Keadaan itu sengaja direkayasa oleh pemerintah dalam rangka memenangkan pemilihan umum secara mutlak seperti tahun-tahun sebelumnya.Rekayasa-rekayasa politik terus dibangun oleh pemerintah orde baru sehingga pasal 2 UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pasal 2 UUD 1945 berbunyi bahwa: 'Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MajelisPermusyawaratan Rakyat'. Namun dalam kenyataannya, kedaulatan ada di tangan seke-lompok orang tertentu. Anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila anggota MPR/DPR terdiri dari para istri, anak, dan kerabat dekat para pejabat negara. Keadaan itu mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya masya-rakat terhadap institusi pemerintah, MPR, dan DPR. Ketidakpercayaan itulah yang menyebabkan lahirnya gerakan reformasi yang dipelopori para mahasiswa dan didukung oleh para dosen maupun kaum cendekia-wan. Mereka menuntut agar segera dilakukan pergantian presiden, reshuffle kabinet, menggelar Sidang Istimewa MPR, dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya. Gerakan reformasi menuntut untuk mela-kukan reformasi total dalam segala bidang kehidupan, termasuk keang-gotaan MPR dan DPR yang dipandang sarat KKN. Di samping itu, gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaruan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap sebagai sumber ketidakadilan. Keadaan partai-partai politik dan Golkar dianggap tidak mampu menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Pembangunan nasional selama pemerintahan orde baru dipandang telah gagal mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.
Krisis politik semakin memanas, setelah terjadi peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa itu sebagai akibat pertikaian internal dalam tubuh PDI. Kelompok PDI pimpinan Suryadi menyerbu kantor pusat PDI yang masih ditempati oleh PDI pimpinan Megawati. Peristiwa itu menimbulkan kerusuhan yang membawa korban, baik kendaraan, rumah, pertokoan, perkantoran, dan korban jiwa. Pada dasarnya, peristiwa itu merupakan ekses dari kebijakan dan rekayasa politik yang dibangun pemerintahan orde baru. 
Pada masa orde baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu ada-nya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya:
1.      Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan  subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
2.      Pelaksanaan Lima Paket UU Politik  yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.
3.      Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
4.      Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
5.      Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis

Ciri-ciri itulah yang menjadi isi tuntutan atau agenda reformasi di bidang politik. 
Sepanjang tahun 1996, telah terjadi pertikaian sosial dan politik dalam kehidupan masyarakat. Kerusuhan terjadi di mana-mana, seperti pada bulan Oktober 1996 di Situbondo (Jatim), Desember 1996 di Tasikmalaya (Jabar) dan di Sanggau Ledo yang meluas ke Singkawang dan Pontianak (Kalbar). Ketegangan politik terus berlanjut sampai menjelang Pemilu Tahun 1997 yang berubah menjadi konflik antar etnik dan agama. Pada bulan Maret 1997, terjadi kerusuhan di Pekalongan (Jateng) yang meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, kerusuhan di Banjarmasin meminta korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Keadaan itulah yang ikut mendorong lahirnya gerakan reformasi.
Kekecewaan rakyat semakin memuncak ketika semua fraksi di DPR/MPR mendukung pencalonan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 1998-2003. Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998, Suharto terpilih sebagai Presiden RI dan B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden untuk masa jabatan 1998-2003. Bahkan, MPR menetapkan beberapa ketetapan yang memberikan kewenangan khusus kepada presiden untuk mengendalikan negara. Semua itu tidak dapat dipisahkan dari komposisi keanggotaan MPR yang lebih mengarah pada hasil-hasil nepotisme.
Kekecewaan masyarakat terus bergulir dan berusaha menekan kepemimpinan Presiden Suharto melalui berbagai demonstrasi. Para mahasiswa, anggota LSM, cendekiawan semakin marah ketika bebe-rapa aktivitis ditangkap oleh aparat keamanan. Gerakan reformasi tidak dapat dibendung dan dipandang sebagai satu-satunya jawaban untuk menata kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik. 
3.      Krisis hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan orde baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukum pun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan bahwa 'kehakiman me-miliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)'. 
Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori para mahasiswa, masalah hukum telah menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar setiap persoalan dapat ditempatkan pada posisinya secara proporsional. Terjadinya ke-tidakadilan dalam kehidupan masyarakat, salah satunya disebabkan oleh sistem hukum atau peradilan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, para mahasiswa menuntut agar reformasi di bidang hukum dipercepat pelaksanaannya. Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu pilar terwujudnya kehidupan yang demo-kratis, sekaligus sebagai wahana untuk mengadili seseorang sesuai dengan kesalahannya. 
4.      Krisis ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ter-nyata, ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agus-tus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.oo menjadi Rp 2,603.oo per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.oo per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.oo per dollar.
Melemahnya nilai tukar rupaih mengakibatkan pertumbuhan eko-nomi Indonesia menjadi 0% dan iklim bisnis semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan dan beberapa bank harus dilikuidasi pada akhir tahun 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Ternyata, usaha pemerintah itu tidak dapat mem-berikan hasil karena pinjaman bank-bank bermasalah justru semakin besar. 
Keadaan di atas mengakibatkan pemerintah harus menanggung beban hutang yang sangat besar. Di samping itu, kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia semakin menurun dan gairah investasi pun semakin melemah. Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia mem-buat kebijakan uang ketat dan bunga bank tinggi guna membangun kepercayaan dunia internasional. Namun, krisis moneter tetap tidak dapat diatasi.
Banyak perusahaan yang tidak mampu membayar hutang-hutang luar negerinya, meskipun telah jatuh tempo. Oleh karena itu, beberapa perusahaan harus mengurangi kegiatannya dan sebagian lagi harus menghentikan kegiatannya sama sekali. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana. Angka penganggguran pun terus meningkat dan daya beli masyarakat terus melemah. Kesenjangan ekonomi yang telah terjadi sebelumnya semakin melebar seiring dengan terjadinya krisis ekonomi. 
Kondisi perekonomian nasional semakin memburuk pada akhir tahun 1997 sebagai akibat persediaan sembako semakin menipis dan menghilang dari pasar. Akibatnya, harga-harga sembako semakin tinggi. Kekurangan makanan dan kelaparan melanda beberap wilayah Indonesia, seperti di Irian Barat (Papua), Nusa Tenggara Timur, dan beberapa daerah di pulau Jawa. Untuk mengatasi persoalan itu, peme-rintah meminta bantuan kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, bantuan dana dari IMF belum dapat direalisasikan. Padahal, pemerintah Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepahaman, Letter of Intent (LoI) pada tanggal 15 Januari 1998.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:
1)      Hutang Luar Negeri Indonesia. 
Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi. Sampai bulan Februari 1998, sebagaimana disampaikan Radius Prawiro pada Sidang Pemantapan Ketahanan Ekonomi yang dipim-pin Presiden Suharto di Bina Graha, hutang Indonesia telah menca-pai 63,462 dollar Amerika Serikat, sedangkan hutang swasta menca-pai 73,962 dollar Amerika Serikat.
2)      Pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945. 
Pemerintah orde baru ingin menjadikan negara RI sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata). Oleh karena itu, mengubah Indonesia menjadi negara industri merupakan tugas yang sangat sulit karena masyarakat Indonesia belum siap untuk bekerja di sektor industri. Itu semua merupakan kesalahan pemerintahan orde baru karena tidak dapat melaksanakan pasal 33 UUD 1945 secara konsisten dan kon-sekuen.
3)      Pemerintahan Sentralistik. 
Pemerintahan orde baru sangat sentral-istik sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan peme-rintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Misalnya, dalam bidang ekonomi, di mana semua kekayaan diangkut ke Jakarta sehingga peme-rintah daerah tidak dapat mengembang-kan daerahnya. Akibatnya, terjadilah ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah. Keadaan itu mempersulit Indonesia dalam menga-tasi krisis ekonomi karena daerah tidak tidak mampu memberikan kontribusi yang memadai. 

5.      Krisis sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Pelaksanaan hukum yang berkeadilan sering menim-bulkan ketidakpuasan yang mengarah pada terjadinya demonstrasi-demonstrasi maupun kerusuhan. Sementara, ketimpangan perekono-mian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial. 
Krisis sosial dapat terjadi di mana-mana tanpa mengenal waktu dan tempat. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dapat menjadi faktor penentu karena sebagian besar warga masyarakat tidak mampu mengendalikan dirinya. Sementara, para mahasiswa dan para cende-kiawan dengan kemampuannya dapat mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Untuk itu, salah satu jalan yang sering ditempuh adalah melakukan demonstrasi secara besar-besaran. Semangat para maha-siswa telah mendorong para buruh, petani, nelayan, pedagang kecil untuk melakukan demonstrasi. Semua itu merupakan sumber krisis sosial.
Demonstrasi-demonstrasi yang tidak terkendali mengakibatkan kehidupan di perkotaan diliputi kecemasan, rasa takut, tidak tenteram dan tenang. Situasi yang tidak terkendali telah mendorong sebagian masyarakat, terutama dari etnis Cina untuk memilih pergi ke luar negeri dengan alasan keamanan.

6.      Krisis kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan. 

2.4 Kronologi Terjadinya Reformasi

Secara garis besar, kronologi gerakan reformasi dapat dipaparkan sebagai berikut:
a.    Sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih Suharto dan B.J. Habibie sebagaiPresiden dan Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003. Presiden Suharto membentuk dan melantik Kabinet Pembangunan VII.
b.    Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan.
c.     Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran.
d.    Pada tanggal 13-14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan sehingga kegiatan masyarakat mengalami kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan toko dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati terbakar.
e.      Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR. Pada saat yang bersamaan, tidak kurang dari satu juta manusia berkumpul di alun-alun utara Keraton Yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung, guna mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII.
f.      Pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan pernyataan berisi ‘anjuran agar Presiden Suharto mengundurkan diri’.
g.     Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Suharto.
h.     Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Istana Negara, Presiden Suharto meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Suharto menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie sebagai Presiden RI.Pada waktu itu juga B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden RI oleh Ketua MA.
Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
1. Adili Suharto dan kroni-kroninya,
2. Laksanakan amandemen UUD 1945,
3. Penghapusan Dwi Fungsi ABRI,
4. Pelaksanaan otonomi daerah yang seluasluasnya,
5. Tegakkan supremasi hukum,
6. Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.
Agar agenda reformasi dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik, maka perlu disusun strategi yang tepat, seperti:
  1. Menetapkan prioritas, yaitu menentukan aspek mana yang harus direformasi lebih dahulu dan aspek mana yang direformasi kemudian.
  2. Melaksanakan kontrol agar pelaksanaan reformasi dapat mencapai tujuan dan sasaran secara tepat.
  3. Reformasi yang tidak terkontrol akan kehilangan arah, dan bahkan cenderung menyimpang dari norma-norma hukum. Reformasi semacam ini akan mengalami kegagalan. Dengan demikian, cita-cita untuk mem-perbaiki kehidupan masyarakat Indonesia tidak akan berhasil.

2.5 Solusi Pasca Reformasi

            Untuk menumbuhkan pohon bangsa yang subur dan berbuah serta tidak berhama, kita harus mengkaji, menganalisa dan memperbaiki dari akar pohon tersebut sebagai penyebab berdiri dan runtuhnya pohon tersebut.  Tiga peranan dalam penyelesaian pohon bangsa yang akan menjadikan bangsa ini besar dan berkarisma adalah kesadaran serentak dan bersama-sama antara pohon legislatif, dahan dan ranting eksekutif serta daun dan kembang masyarakat berbangsa untuk merubah sikap dan memperbaiki fungsi dan peran di pohon bangsa ini.    
  1. Fungsi pohon legislatif (DPR-MPR)
Untuk penyelesaian dan perbaikan bangsa adalah bagaimana peran legislatif untuk merubah hukum produk luar digantikan menjadi hukum nurani kita yang bersumber pada kehidupan madani tatatentrem kertoraharjo, silih asah silih asih silih asuh dimana hukum kita mestinya hanya bersumber pada teguran dan pembinaan di bawah pengawasan perwakilan sesuai idiologi bangsa ini dan tidak menghukumi yang sifatnya memenjarakan, dimana status manusia, kita samakan dengan fungsi hukuman terhadap binatang, dimana manusia bangsa ini direndahkan oleh aturan bangsanya sendiri.
  1. Fungsi dahan dan ranting pohon eksekutif (pemerintahan)
Dalam penegakan wibawa dan pengayoman mengurus dan menata kehidupan berbangsa, saya sarankan pemerintah mengadakan upacara ritual untuk menyampaikan penghormatan, pengakuan dan rasa terima kasih kepada seluruh unsur yang mendorong menjadikannya Negara ini berdiri dan diakui oleh bangsa-bangsa lain. Hal ini perlu dilakukan agar seluruh komponen pemerintahan tidak terkutuk dan kena imbas nasib para pendorong pendiri negara ini. Dimana saya melihat nasib seluruh pimpinan Negara dan jajarannya dari yang terdahulu sampai saat ini seperti mengalami nasib serupa, dimana setelah berkarya besar di dalam peran kepemimpinannya diakhiri oleh nasib yang dicampakkan, ibarat habis manis sepah dibuang. Dimana hal ini menunjukan citra pemerintahan Negara ini kurang baik atas hal itu. Insya Allah apabila norma penghargaan tersebut telah dijalankan, akan lahir dan terlihat pemerintahan yang baik dan direstui, yang sepatutnya setiap orang yang telah berperan dipemerintahan mendapat penghargaan dan penghormatan yang layak.





PENUTUP

3.1 Kesimpulan  

            Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan.
Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua itu merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai.

3.2 Saran

            Dengan Reformasi Negara Indonesia harus dapat mengubah kondisi sosial masyarakat maupun birokrasi pemerintah menjadi lebih baik.
Misalnya: memperbaki pelayanan terhadap masyarakat untuk mengurus segala sesuatu yang memerlukan perzinan dari pemerintah.Pemerintah seharus menciptakan tempat pelayanan masayakat system satu atap sehingga masyarakat yang memerlukan pelayanan dari pemerindah dapat lebih cepat menyelesaikan segala sesuatu yang dibutuhkannya. Dengan demikian Pengurusan birokrasi di Indonesia tidak akan bertele-tele dan dapat di selesaikan dalam waktu yang singkat, maka masyarakat yang ingin mengembangkan usahanya tidak di repotkan dengan sulit perizinan dari pemerintah. Tidak menutup kemugkinan pengusaha-pengusaha tersebut dapat menembus pangsa pasar dunia.






DAFTAR PUSTAKA







http://rafhaulfa.blogspot.com/2013/12/contoh-makalah-tentang-reformasi_9918.html


http://thishasgottabegootlife.blogspot.com/2013/06/reformasi-yang-dapat-memperbaiki-nasib.html





TUGAS


1. Apa Arti dan makna Reformasi yang di harapkan?
Jawab:

Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional.
Maknanya adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan tersebut.

2. Apa yang harus kita perbuat dalam  membangun bangsa dan negara menuju tujuan  nasional?
Jawab:

Untuk mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia, kita harus mampu menumbuhkan rasa kebangsaan dan menumbuhkan paham kebangsaan atau nasionalisme yaitu cita – cita atau pemikiran –pemikiran bangsa dengan karakteristik yang berbeda dengan bangsa lain (jati diri). Paham kebangsaan Indonesia ialah Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup, faslafah hidup bangsa, kemudian menjadi dasar negara dan sekaligus ideologi negara. Rasa kebangsaan dan paham kebangsaan melahirkan semangat kebangsaan yaitu semangat untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan semangat untuk menjungjung tinggi martabat bangsa. Bangsa Indonesia sekarang ini sebagian besar terdiri dari generasi muda yang tidak mengalami masa ”perang kemerdekaan”. Rasa kebangsaan generasi muda bisa berbeda disebabkan mereka tidak mengalami kekejaman masa kolonialisme masa lalu. Rasa kebangsaan mereka tumbuh dari faktor pendukung lainnya yang dialami secara langsung dalam berbagai bidang kehidupan. Tantangan yang kita hadapi dewasa ini adalah mensejajarkan diri dengan bangsa – bangsa yang telah maju. Namun paham kebangsaan Indonesia sebagai jati diri bangsa harus dibela secara gigih, dipertahankan, diperjuangkan dan direalisasikan secara murni dan konsekuen oleh setiap generasi bangsa.

3. Dalam mengeluarkan pendapat apakah batas-batas yang harus di jaga, supaya mengganggu stabilitas nasional?
Jawab:

Reformasi sudah berjalan, dibanding masa orde baru, perubahan sistem demokrasi di negeri ini memang cukup drastis. Perubahan yang mencolok antara lain kebebasan berbicara, berpendapat, dan mendapatkan informasi sudah melampaui batas-batas yang diharapkan, semuanya bebas sensor. Kini, setiap orang bebas berbicara atau mengungkapkan pendapatnya, bahkan mengkritik, menghujat, hingga mencerca orang nomor satu di negeri ini pun bukan hal yang tabu lagi. Bandingkan dengan masa Pak Harto ketika berkuasa, tak ada satu pun yang berani terang-terangan mengkritik beliau. Isi media massa kala itu pun hampir seragam, tak ada yang terang-terangan mengkritisi kebijakan Pak Harto. Siapa yang coba-coba nekad, bredel dan penjara akibatnya. Meski kebebasan berbicara atau berpendapat masih tetap dijamin, tapi selalu dibatasi oleh jargon kebebasan yang bertanggung jawab.Jadi tak heran, seniman seperti Iwan Fals kala itu laku di pasaran karena lagu-lagunya penuh dengan sindiran, terutama sindiran untuk penguasa hingga wakil rakyat.
Sekarang, untuk mengkritisi penguasa maupun wakil rakyat tak perlu pakai jurus sindir menyindir atau menjadi penyanyi seperti Iwan Fals. Secara eksplisit, semua bebas mengkritisi dengan terang-terangan. Terkadang etika berbicara pun hampir tak ada. Itulah buah dari reformasi. Dan tak heran pula kalau Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar setelah Amerika Serikat dan India. Apakah ini suatu prestasi yang membanggakan atau tidak tergantung persepsi tiap individu. Namun, apakah kemajuan demokrasi ini juga diikuti oleh kemajuan bidang lainnya. Untuk menjawabnya bisa dilihat dari indikator kemajuan dalam empat bidang pokok berikut, seperti bidang politik, bidang ekonomi, penegakan hukum, serta pertahanan dan keamanan


4. Faktor-faktor apakah yang mendorong terjadinya gejolak seperti sekarang ini?

Jawab:
1.  Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi.
2.   Krisis politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan orde baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan orde baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila.
3.      Krisis hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan orde baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukum pun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa.
4.      Krisis ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ter-nyata, ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
5.      Krisis sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama.
6.      Krisis kepercayaan
Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.


5.Bagaimana pendapat anda kebebasan berbicara yang terjadi akhir-akhir ini dari sudut pandang etika, dan bagaimana semestinya?

Jawab:
Kebebasan berbicara harus dilakukakan dengan kebebasan yang bertanggung jawab terhadap masyarakat, lingkungan sekitar, diri pribadi dan Tuhan Yang Maha Esa.